1.
Terbentuk suatu konsep kognitif menurut ahli:
Konsep dalam Teori Piaget
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori
perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu:
Ѡ
Intelegensi.
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan
secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi
biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana
semua struktur yang menghasilkan persepsi
, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
Ѡ
Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan
guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu
sistem yang lebih tinggi.
Ѡ
Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah
selama perkembangan kognitif seseorang.
Ѡ
Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada
dalam pikirannya.
Ѡ
Akomodasi
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga
cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok
dengan rangsangan yang ada.
Ѡ
Ekuilibrasi
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan
diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi
dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar
dengan struktur dalamnya.
2. Implikasi perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran :
·
Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan perkembangan.
Teori piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan
perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang
berbeda. Ditambah cara berfikir anak kurang logis dibanding dengan orang
dewasa, maka guru harus mengerti cara berfikir anak, bukan sebaliknya anak yang
beradaptasi dengan guru.
·
Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya
ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih
penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak
menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan
bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang
kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk
menanggulanginya.
·
Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Artinya di sini
adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru
tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas
khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan
masalah sendiri.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Intelek
Menurut Ngalim Purwanto (1986) factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
intelektual antara lain :
a.
Faktor Pembawaan (Genetik)
Banyak teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelegensi
dipengaruhi oleh gen orang tua. Namun, yang cenderung mempengaruhi tinggi atau
rendahnya tingkat kecerdasan anak tergantung factor gen mana (ayah atau ibu)
yang dominant mempengaruhinya pada saat terjadinya “konsepsi” individu. Teori
konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan,
tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat
pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan.
b.
Faktor Gizi
Kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang
memberikan energi / tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang)
terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensi ialah pada fase
prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia diatas lima
tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.
c.
Faktor Kematangan
Semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya makin berfungsi dengan
sempurna. Ini berarti factor kematangan mempengaruhi struktur intelektual,
sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelektual.
Yaitu kemampuan menganalisis (memecahkan suatu permasalahan yang rumit) dengan
baik.
d.
Faktor Pembentukan
Pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan
terhadap fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan
fasilitas sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang
memadai, semua ini dapat membentuk anak menjadi meningkatkan fungsi dan
kualitas pikirannya, pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan
intelegensi anak dibanding anak seusianya.
e.
Kebebasan Psikologis
Kebebasan psikologis perlu dikembangkan pada anak agar intelektualnya
berkembang dengan baik. Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa
disertai perasaan takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas
dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan
persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan
intelektual.
4. Fungsi Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia , Bahasa juga merupakan alat ekspresi
diri sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui
bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu
hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita.
Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri
sendiri. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima
dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi
pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi
kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita
gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan
menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan
bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar
pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat
kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan
tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan
yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin
terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi,
kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Dalam hal ini pembaca atau
pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Jadi, kita harus
menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran
kita.
5. Keterkaitan Perkembangan Bahasa dengan Berfikir
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi
proses memproduksi dan memahami ujaran. Dapat dikatakan bahwa
psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang
yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran
.Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran
menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Ujaran merupakan sintesis
dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut
hasil analisis kode.
Yudibrata, (1998: 9) menyatakan bahwa
Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa
dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan
cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding
(penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan
pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai
organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara
reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis)
melibatkan ketiga ranah tadi.
Istilah cognitive berasal dari cognition yang
padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi)
ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. (Neisser dalam Syah,
2004:22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi
populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang
meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan
keyakinan.
Menurut Chaplin (Syah, 2004:22) ranah ini berpusat di
otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan
ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali
ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor
(karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah
kognitif sulit dibayangkan seseorang dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir
mustahil seseongr tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi
yang disajikan kepadanya.
Afektif adalah ranah psikologi yang meliputi seluruh
fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikap-sikap
tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Sedangkan, psikomotor adalah
ranah psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik
kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 2004: 52).
Beberapa ahli mencoba memaparkan bentuk hubungan
antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan lagi, bagaimana bahasa
mempengaruhi pikiran manusia. Dari banyak tokoh yang memaparkan hubungan antara
bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir dan Benyamin
Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti hubungan bahasa
dan pikiran.
Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa
yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama.
Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan
pikiran.
a.
Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan
struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa
(nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang
yang menggunakan bahasa tersebut.
b.
Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa
mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan
kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang
sudah ada dalam bahasa.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui
habituasi dan beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon.
Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of individual languages
heavily constrain the conceptual representations available to their speakers”.
Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual
yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal
bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah
masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan
menjadi premis dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut
ini :
“Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh
bahasa native kita. Kategori dan tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena
tidak dapat kita temui karena semua fenomena tersebut tertangkap oleh majah
tiap observer. Secara kontras, dunia mempresentasikan sebuah kaleidoscopic flux
yang penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan ini adalah sistem
bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam, mengorganisasikannya ke
dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting.”
Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial dan
mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses sosial.
Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan
sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh
simbol-simbol bahasa tertentu yang menjadi medium komunikasi sosial. Tidak ada
dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat
tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan
tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa
pandangan manusia tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa
berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu
menyaring sensori yangmasuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang
dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda
memiliki perbedaan sensori pula (Rakhmat, 1999).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar